LINTAS NEWS, PONTIANAK – Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Dr. Herman Hofi Munawar mengatakan terkait persoalan tanah, sebab persoalan itu sangat serius, karena tanah merupakan salah satu sumber sangat penting bagi kehidupan manusia. Baik sebagai tempat pemukiman maupun sebagai lahan pertanian dan perkebunan maupun sebagai sumber ekonomi lainnya.
Mengingat persoalan tanah ini merupakan objek yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Sebagaimana dipertegas dalam UU No. 5 Tahun 1960 yang menegaskan bahwa tanah dikuasai oleh negara dan memiliki dengan tujuan agar dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian rakyat memiliki kedaulatan tertinggi dalam penguasaan tanah rakyat mempunyai hak memiliki, hak untuk mengelola
dan sekaligus untuk menguasai sebidang tanah. Namun penguasaan itu harus dibuktikan dengan sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN atau bukti kepemilikan lainnya
Di daerah pedesaan pada umumnya bukti kepemilikan beruapa SKT (Surat Keterangan Tanah) yang merupakan surat keterangan mengenai objek atau tanda bukti kepemilikan lahan/tanah yang dibuat atas permintaan atau permohonan masyarakat kepada kepala Desa, dimana
obyek tanah yang dimohonkan, dan atas permintaan atau permohonan tersebut desa mengeluarkan SKT
“Tentu saja sebelum diterbitkan SKT ada proses yang harus dilalui walaupun proses tersebut tidak rumit, desa melakukan pengecekan pada obyeknya. Setidak tidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan oleh kepala desa untuk menerbitkan SKT yaitu memastikan apakah objek yang diusulkan tersebut tidak sedang di kuasai pihak lain atau sudah pernah diterbitkan SKT pada objek yang sama, dan apakah objek tanah itu masuk dalam wilayah hukum desa yang akan menerbitkan SKT itu. Jika kedua hak tersebut ternyata tidak terpenuhi maka SKT itu batal dengan sendirinya,” jelas Dr. Herman Hofi Munawar
Permasalahan yang sering terjadi tumpang tindih SKT sehingga menimbulkan sengketa kepemilikan hak atas tanah tersebut. Bahkan parahnya lagi kepala desa menerbitkan SKT diluar wilayah hukum desa yang bersangkutan. Jika dibelakang hari perbitan SKT ternyata bermasalah dan diketahui ada niat untuk mendapatkan keuntungan pribadi maka ada celah pidana yang dapat menjerat kepala desa dan pihak lain yang terkait.
“Saat ini kebutuhan masyarakat terhadap bukti kepemilikan hak atas tanah cukup tinggi, mereka sadar akan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan agar dikemudian hari tidak terdapat
gangguan-gangguan dari pihak lain,” ucapnya.
Dengan demikian sebagian masyarakat menempuh berbagai macam cara untuk mendapatkan bukti kepemilikan hak tanah, antara lain dengan mendatangi kantor lurah atau desa meminta untuk dibuatkan Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai alat bukti awal kepemilikan hak atas tanah sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di pedesaan.
“Walaupun surat keterangan penguasaan tanah merupakan bukti tertulis di bawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tak sekuat akta otentik, namun yang perlu ketahui bahwa yang menjadi latar
belakang adanya surat keterangan tanah dahulu, ialah sesuai dengan isi peraturan Nomor 24 Tahun 1997 bahwa surat keterangan tanah yang dikeluarkan kepala desa sebagai bukti awal yang bersangkutan menguasai sebidang tanah dan untuk mendaftarkan sertifikat tanah tersebut,” terangnya
Oleh karena itu surat keterangan tanah tadi artinya surat-surat yang dikategorikan pembuktian hak atau data yuridis atas tanah yang mana pengumpulan data yuridis merupakan suatu syarat ketentuan untuk membuat sertifikat hak milik atas tanah, maka referensi penguasaan
tanah tadi ialah dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah,
Dan juga faktor yang membuat masyarakat lebih memilih memakai surat keterang tanah dari kepala desa karena harga lebih terjangkau.
“Referensi hak milik atas tanah pada kepala desanya, surat penguasan yang dulunya dikuasai oleh seseorang diterbitkan surat oleh Kepala Desa berupa izin tebas atau tebang, untuk membuktikan mereka dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan Surat Keterangan Tanah/Surat Keterangan Penguasaan Tanah,” pungkasnya Dr. Herman Hofi Munawar
Hadin