PONTIANAK – Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) Mempawah kini menjadi saksi bisu dari kenduri korupsi berjemaah para penyamun uang negara.
BP2TD merupakan lembaga diklat milik Kementerian Perhubungan pertama yang dibangun di pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat. Proses pembangunannya dinyatakan sudah bermasalah sejak awal sebelum proyek itu dimulai pada tahun 2016. Terbukti, dengan adanya sejumlah orang yang kini telah meringkuk di balik jeruji besi.
Kendati banyak yang menyangsikan, jika nama-nama mentereng seperti Prayitno, Joni Isnaini, Erry Rajali Bustam, Nurlela dan Ghazali—yang saat ini sudah dijebloskan ke penjara, merupakan babak akhir dari perjalanan kasus ini.
Hal itu lantaran masih terdapat dua nama yang hingga kini masih menjadi teka-teki, RN dan E sebagai “raja” dan “ratu” penguasa Mempawah yang saat ini mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Publik pun menilai, mengapa keduanya terlihat sangat sulit sekali untuk “tertangkap basah”, padahal di dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung RI terhadap terdakwa Erry, nama sang raja, RN yang juga sebagai Bupati Mempawah kala proyek ini berlangsung, menjadi salah satu yang paling banyak disebut.
Kalau mau dihitung, dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung RI setebal 231 halaman itu, nama Ria Norsan disebut setidaknya sebanyak 165 kali. Sementara nama istrinya E yang kini menggantikan sang suami menjadi Bupati Mempawah, disebut atau diulang sebanyak 50 kali.
Masih kurang puas, di dalam dokumen itu juga, disebutkan kalau sebenarnya RN lah yang pertama kali memberitahukan keberadaan proyek ini dan secara senyap meminta Erry Iriansyah untuk melobi pihak pusat, supaya proyek tersebut bisa dikerjakan sendiri oleh Erry—yang diduga keras sebagai tangan kanan sang “Raja Mempawah” kala itu.
“Setelah perusahaan yang digunakan Terdakwa ERRY IRIANSYAH, S.T., M.H. memenangkan pelelangan Paket 1 dan Paket 2 T.A. 2016, Terdakwa ERRY IRIANSYAH, S.T., M.H. melaporkan kepada Saksi Drs. H RN di rumahnya di Jalan Pangeran Natakusuma No 1 sebelah Jalan Erlangga, antara lain dengan mengatakan “Perusahaan yang kita pakai sudah menang pak”, dan Saksi Drs. H. RN mengatakan “silahkan diatur pekerjaan di lapangan”, sebut dokumen yang kini beredar luas itu.
Tak hanya sampai di situ, dalam perjalanan atau prosesnya, nama RN juga kerap disebut-sebut, khususnya dalam upaya memonopoli pekerjaan BP2TD yang terdiri dari beberapa paket itu. RN juga beberapa kali terbukti menerima transferan uang dari terdakwa Erry dengan total keseluruhan sekitar Rp 18 miliar, yang belakangan uang itu dijadikan dalih sebagai pembayaran utang dari Erry kepada RN.
Keanehan-keanehan juga muncul pada saat selama sidang berlangsung hingga putusan. Salah satunya soal pembelian atau pembangunan ruko di dua lokasi. Pertama pembelian 2 unit ruko 3 lantai yang terletak di Jalan Raya Sungai Pinyuh – Anjungan, dan pembangunan 4 unit ruko 4 lantai yang berlokasi di Jalan Pangeran Nata Kusuma Kota Pontianak. Yang mana pada awalnya ini merupakan bukti kuat bahwa telah terjadi praktik pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama oleh Erry dan RN—dan mungkin juga E.
Pasalnya, kedua ruko itu dibeli atau dibangun sama-sama dari uang yang ditransfer Erry kepada RN, dengan rincian masing-masing Rp 3,2 miliar untuk membeli 2 unit ruko 3 lantai di Jalan Raya Sungai Pinyuh – Anjungan, dan Rp 2 miliar untuk pembangunan 4 unit ruko 4 lantai di Jalan Pangeran Nata Kusuma Kota Pontianak. Khusus untuk 4 unit ruko 4 lantai di Jalan Pangeran Nata Kusuma Kota Pontianak ini, dimiliki atau atas nama E.
Namun demikian, dari dua lokasi tersebut, berdasarkan hasil putusan, pengadilan hanya menyita satu lokasi ruko saja, yakni 2 unit ruko 3 lantai di Jalan Raya Sungai Pinyuh – Anjungan. Ruko ini dinyatakan dirampas dan dilelang oleh jaksa untuk disetor ke kas negara sebagai uang pengganti atas kerugian negara yang disebabkan oleh terdakwa Erry Iriansyah.
Sementara 4 unit ruko 4 lantai di Jalan Pangeran Nata Kusuma Kota Pontianak milik E tidak disita. Kendati sama-sama bersumber dari uang transferan Erry Iriansyah kepada RN
Siapa E?
E merupakan istri dari RN yang pernah menjabat Bupati Mempawah periode 2019 – 2023. Sebelum menjadi Bupati Mempawah, E merupakan jaksa yang mengawali karir sebagai staf tata usaha di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Jabatan terakhirnya di korps Adhyaksa adalah Kepala Seksi Perdata Kejaksaan Tinggi Pontianak pada 2006.
Pada saat kasus BP2TD Mempawah berlangsung pada tahun 2016, E diasumsikan masih berprofesi sebagai aparat penegak hukum di jajaran korps Adhyaksa. Ia tetiba lalu mengundurkan diri pada 2018 sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Mempawah untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Mempawah. Begitupun dengan sang suami yang mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Kalbar.
Uniknya, E sendiri pernah tercatat sebagai kepala daerah terkaya nomor 1 di Kalimantan Barat, dengan total harta kekayaan pribadi sekitar Rp 18,5 miliar, dengan tanpa memiliki utang sepeserpun. Kalau dipikir, mantan jaksa mana yang mempunyai uang sebanyak itu?
Sebagai istri dari RN, E juga cukup mengenal Erry Iriansyah sebagai “anak buah” dari RN. Sebelum ditangkap 2023 lalu, Erry merupakan Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat dan juga Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kubu Raya.
Dari isu-isu yang kencang berhembus di luaran, pasutri ini ditengarai punya andil besar—kalau tidak dibilang—sebagai otak dibalik kasus BP2TD Mempawah. Keduanya diduga berkolaborasi dan “memakai” E sebagai “pion” guna menumpuk pundi-pundi kekayaan.
E Korupsi Untuk RN?
Merujuk pada fakta-fakta persidangan, bahwa total kerugian negara yang dihasilkan dari korupsi proyek BP2TD Mempawah ini ialah sebesar Rp 32 miliar lebih. Dengan rincian pembangunan BP2TD Mempawah paket 1, negara rugi Rp 2 miliar lebih, pembangunan BP2TD Mempawah paket 2, negara rugi Rp 881 juta, pembangunan BP2TD Mempawah paket 3, negara rugi Rp 10 miliar lebih, pembangunan BP2TD Mempawah paket 4, negara rugi Rp 3 miliar lebih.
Selanjutnya untuk kerugian negara dalam pembangunan infrastruktur dan landscape di gedung BP2TD Mempawah ialah Rp 15 miliar lebih, sehingga total keseluruhan kerugian negara yakni Rp 32 miliar lebih.
Menariknya, dari Rp 32 miliar yang dirampok secara berjemaah itu, Erry Iriansyah mengkorupsi lebih dari setengahnya, yakni sekitar Rp 22 miliar. Di mana dari uang itu, hanya sebagian kecil saja yang digunakan Erry untuk keperluan pribadi, seperti membeli rumah dan mobil.
Selebihnya, uang korupsi itu digunakan Erry Iriansyah untuk “membayar utang” kepada Ria Norsan atas dalih pinjaman modal kerja untuk proyek ini senilai Rp 18 miliar lebih.
Jikalau demikian adanya, maka logika publik akan menanyakan, untuk apa Erry yang saat itu sudah enak-enak duduk sebagai Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat dan juga Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kubu Raya mau merelakan dirinya dipenjara selama 11 tahun berikut diminta mengembalikan uang sekitar Rp 19 miliar lebih kerugian negara, kalau hanya untuk membayar utang kepada Ria Norsan? Yang utang itu pun tidak akan pernah ada, kalau Erry tidak mengerjakan proyek ini.
Alhasil kepatuhan Erry selama 17 tahun sebagai “anak buah”, hanya menyebabkan ia harus membayar lebih mahal, dengan mengorbankan segala-galanya, diri, keluarga, karir, dan sebagainya. Kenapa?
Berlindung Dibalik Tubuh Besar Airlangga?
Tersiar kabar sumir, kalau RN sememangnya sudah akan ditersangkakan oleh Polda Kalbar dalam kasus korupsi proyek pembangunan BP2TD Mempawah. Karena diketahui, RN dan E sendiri telah beberapa kali diperiksa sebagai saksi, baik di kepolisian hingga di pengadilan.
Tak hanya itu, pada puncaknya, ruko-ruko yang diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang oleh Erry dan RN (mungkin juga E) itu pun akhirnya disegel dan disita oleh Polda Kalbar pada pertengahan Desember tahun 2022. Namun hingga akhirnya, penetapan RN sebagai tersangka tidak pernah kejadian. Kenapa? Hal itu diduga kuat lantaran adanya campur tangan dari Airlangga Hartarto.
Berdasarkan kesaksian seorang sumber anonim, bahwa cerita itu bermula pada sekitaran akhir November 2022, di mana Airlangga Hartarto yang saat itu tengah menjabat Menko Perekonomian RI dan juga Ketua Umum Partai Golkar, datang berkunjung ke Provinsi Kalbar untuk suatu urusan dan sekaligus menghadiri agenda partai.
Kehadiran Airlangga ini pun dinilai sebagai peluang emas. Yang mana di sela-sela kunjungan kerja itu, RN yang juga merupakan kader Partai Golkar Kalbar meminta waktu khusus untuk menghadap Airlangga.
Berdasarkan informasi orang dalam Golkar, kalau pertemuan tersebut terjadi di ruang VIP Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya. Kala itu RN dengan wajah harap-harap cemas datang bersama E menghadap Airlangga. Saksi mata yang tak mau disebutkan namanya itu mengabarkan, kalau pertemuan ini dihadiri empat orang, termasuk Maman Abdurrahman.
Saksi tersebut mengabarkan, kalau RN saat itu mengarang cerita bahwa ia akan ditangkap Polda Kalbar pada saat acara Partai Golkar berlangsung, di mana Airlangga sendiri hadir nantinya. RN pun mengatakan, kalau ia akan digiring tepat di hadapan Airlangga.
Mendengar itu, Airlangga pun tersinggung, serasa tak terima kalau kadernya akan dipermalukan sedemikian rupa di depan batang hidungnya sendiri. Melihat reaksi Airlangga, RN pun lalu memohon-mohon agar Airlangga bisa membantunya supaya tidak dijadikan tersangka dan ditangkap polda.
Padahal saksi tersebut meyakini, dan hal ini juga pernah dikonfirmasikan kepada Suryanbodo Asmoro—selaku Kapolda Kalbar saat itu—secara lisan, bahwa tidak ada rencana seperti yang diceritakan RN kepada Airlangga itu. Cerita penangkapan di hadapan Airlangga itu adalah bohong belaka.
Namun lanjut cerita, Airlangga yang sudah kadung marah mendengar itu, lantas menelpon Kapolri untuk meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, selain Airlangga juga meminta agar Kapolri segera memerintahkan jajarannya di Polda Kalbar untuk tidak melakukan penangkapan dan bahkan penetapan tersangka terhadap RN
“RN mengarang cerita akan ditangkap polda pada saat acara Golkar itu. Memang tukang bohong dan suka ngarang-ngarang cerita dia nih,” ungkap saksi tersebut.
“Padahal tidak ada rencana begitu. Tapi untuk memanas-manasi Airlangga. Airlangga yang mendengar cerita itu kan jadi agak tersinggung, lalu telpon Kapolri,” tambahnya.
Saksi yang mengaku cukup mengetahui duduk soal perkara BP2TD itu pun berujar, kalau posisi Norsan saat ini sedang berada di ujung tanduk, dan kasusnya kemungkinan besar akan dibuka kembali.
Terlebih setelah pembangkangan yang dilakukan RN, yang disusul dengan “mengkhianati” Partai Golkar dan Airlangga dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalbar lewat partai lain, RN kini agak sulit untuk mengelak dan mencari bekingan lagi.
“Airlangga tidak bisa melindungi lagi, dia RN bukan orang Golkar (sekarang),” kata saksi tersebut.